Rabu, 29 Desember 2010

Teori Feminis

Teori feminisme
Permasalahan yang menjadi sorotan publik dan ide dalam sebuah karya sastra saat ini adalah mengenai permasalahan gender. Adanya perbedaab gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inqualities). Namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan gender baik bagi kaum laki-laki dan terutama kaum wanita.

Sosok wanita sering kali dianggap sebagai the other sex atau the second sex yang mana keberadaannya sering kali tidak diperhitungkan. Posisi kaum wanita dalam keluarga dan masyarakat tidak lebih hanya sebagai konco wingking-nya laki-laki, artinya, tugas sosialnya hanyalah sekadar pelayan bagi seorang suami, seorang istri hanya bertugas menghidangkan makanan bagi sang suami, mengandung dan melahirkan anaknya, dan bahkan tidak jarang istri tidak mengetahui banyak hal tentang suaminya. Wanita juga hanya ibu bagi anak-anaknya, tugasnya melahirkan, menyusui dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan materi anak, tanpa ada bekal pengetahuan sedikitpun tentang pengasuhan dan pendidikan anak.

Wanita sering kali berada dalam kondisi yang terpuruk dan mengenaskan. Banyak kaum wanita yang tidak pernah merasakan pendidikan formal. Pendidikan nonformal dari pihak keluarga dan lingkungan hanya sekadar pembekalan untuk mengatur urusan dapur dan rumah tangga saja.

Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan wanita menjadi korban dari sistem tersebut (Fakih, 2003: 12). Permasalahan gender tersebut yaitu bahwa kehidupan wanita di zaman dahulu sampai sekarang mengalami kegelapan dan sangat diabaikan keberadaannya. Gambaran sosok wanita selalu berada dalam kekuasaan laki-laki.

Menurut Fakih (2003: 10) karena konstruksi sosial gender, kaum laki-laki harus bersifat kuat dan agresif, maka laki-laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi atau menuju sifat gender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni secara fisik lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, karena wanita harus lemah lembut, maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja berpengaruh kepada perkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum wanita, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis selanjutnya. Dengan adanya permasalahan gender tersebut membawa perkembangan baru bagi dunia sastra yaitu memberikan pengaruh terhadap cara pandang sastrawan untuk menciptakan tokoh wanita dalam karya sastranya.

Wanita di wilayah publik cenderung dimanfaatkan oleh kaum laki-laki untuk memuaskan koloninya. Wanita telah menjelma menjadi bahan eksploitasi bisnis dan seks. Dengan kata lain, saat ini telah hilang sifat feminis yang dibanggakan dan disanjung bukan saja oleh kaum wanita, namun juga kaum laki-laki. Hal ini sangat menyakitkan apabila wanita hanya menjadi satu segmen bisnis atau pasar (Anshori, 1997: 2).

Menurut Suroso dan Suwardi (1998: 2), sastra Indonesia memandang wanita menjadi dua bagian kategori. Kategori pertama adalah peran wanita dilihat dari segi biologisnya (isteri, ibu, dan objek seks) atau berdasarkan tradisi lingkungan. Kedua, bahwa peranan yang didapat dari kedudukannya sebagai individu dan bukan sebagai pendamping suami. Tokoh wanita seperti kategori kedua di atas, biasanya disebut sebagai wanita feminis yaitu wanita yang berusaha mandiri dalam berpikir, bertindak serta menyadari hak-haknya.
Teori ini mempunyai tujuan menyetarakan derajat perempuan dan laki-laki, tapi ada perbedaan tentang sebab-sebab ketidakadilan dan pemecahannya. Maka lahirlah beberapa teori feminis lain yaitu
Feminisme Liberal , feminism marxis, feminism radikal , dan feminism social.
Feminism liberal menurut jane dan olenburger (2002:21) menyatakan bahwa penyebab penindasan wanita dikenal sebagai kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individual atau kelompok.
Cara pemecahannya dengan menambah kesempatan bagi kaum wanita terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan ekonomi.
Feminism marxis menurut jane dan olenburger (2002:24-25) kaum feminis marxis beranggapan bahwa wanita ditekan karena adanya struktur ekonomi untuk menghilangkannya dengan meniadakan penindasan ekonomi, sehingga penindasan patriarkis bias dihapuskan.
Feminism radikal menurut jane dan olenburger (2002:27) menyatakan dalam feminism radikal bahwa wanita ditindas oleh system-sistem social patriarkis, yakni penindasan yang paling mendasar. Penindasan beganda seperti resisme, ekploitasi jasmania, heteroseksisme dan kelas-isme, terjadi secara siknifikan dalam hubungannya dengan penindasan patriarkis. Agar terbebas dari penindasan perlu mengubah masyarakat yang berstruktur patriarkis.
Feminism social menurut jane dan olenburger (2002:29) bahwa dalam feminis social baik patriarkis maupun kelas social merupakan penindas utama. Cara pemecahannya meliputi perubahan-perubahan social radikal institusi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar